Seputar HARDIKNAS

JURNAL PRIBADI: 2 MEI 2016.
Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak menjadi kewajiban pemerintah secara nasional sebagaimana rumusan pasal 31 UUD 1945  yang telah menegaskan tujuan pendidikan nasional,ini menjadi mutlak untuk di implementasikan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Sekalipun secara formal tentu rumusan pasal 31 menjadi sebuah jaminan dan harapan bagi setiap warga Negara Indonesia,akan tetapi pada kenyataanya persoalan pendidikan belum memenuhi harapan anak-anak bangsa yang hidup dalam sebuah bangsa yang merdeka,dapat dikatakan masih jauh dari harapan. harus diakui juga bahwa sistem pendidikan nasional yang terus berganti pun sampai hari  ini belum dapat mengakomodir kebutuhan pendidikan anak-anak bangsa,walaupun memang soal penganggaran pendidikan telah diamanatkan UUD 1945 pasal 31 ayat 3 telah diberikan 20% dari APBN & APBD untuk membiayai pendidikan nasional.
Itu artinya bahwa ada anggaran yang telah disediakan Pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan namun kita belum melihat dan merasakan, suatu pemberlakuan kebijakan pemerintah khususnya di Papua Barat,yang mengimplementasikan dan merealisasikan anggaran pendidikan 20% itu dalam bentuk yang lebih kongkrit (sekolah gratis) dan benar-benar dirasakan oleh masyarakat di Papua Barat, belum menyinggung lagi soal anggaran kekhususan bagi OAP sebagaimana perintah UU (OTSUS) yang meng amanatkan dan menitik beratkan juga soal pendidikan dan kekhususannyapun jelas untuk OAP,.
Kendatipun demikian kondisi pendidikan di Papua Barat sungguh sangat miris. Persoalan2 ini bisa dibuktikan dengan kesenjangan antara harapan dan kenyataan dalam pendidikan di Papua Barat pada umumnya,dimana kondisi dan realitas pendidikan di Papua; masih banyak gedung-gedung sekolah yang sesungguhnya tidak layak digunakan,fasilitas yang belum memadai,bahkan tenaga pengajar (Guru) yang masih minim,dll.
Sementara disisi lain masih banyak anak2 bangsa ini yang belum mendapatkan haknya untuk bersekolah karena alasan tidak mampu membiayai sekolah oleh karena sistem pendidikan telah dijadikan alat komoditi. (Semakin mahal dan tak terjangkau)
Disisi lain Pemerintah berdalih bahwa telah menganggarkan dan merealisasikan anggaran pendidikan dalam bentuk bantuan langsung secara fisik maupun non fisik kepada sekolah2 dan kampus2. Lantas berbagai pertanyaan muncul di benak kita bahwa anggaran pendidikan 20% itu kira-kira dikemanakan??
Apakah pemerintah hanya berperan sebagai bendahara saja?? perlu ditelusuri lebih serius lagi kemanakah anggaran pendidikan itu, sejauh mana pemanfaatannya,apakah sudah efektif atau belum, kemudian dimana letak permasalahnya?? Bagaimanakah solusinya?? Memotret wajah pendidikan di hari pendidikan di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini karena alasan UU dan berharap hal inilah yang diprioritaskan sebab kesenjangan ini akan berdampak lunturnya nasionalisme Indonesia.  potret ini kita jadikan sbagai landasan untuk mengawal jalannya pemerintahan di kabupaten/kota se-Papua Barat.
Dari berbagai pertanyaan diatas muncul jawaban singkat bahwa masih kurangnya kesadaran elit di Papua Barat akan pentingnya pendidikan. Lemahnya fungsi kontrol pemerintah dalam hal ini (legislatif) tetapi juga fungsi kontrol sosial yang masih lemah.
Yang tak kalah herannya pemerintah pusat tak mampu mengontrol jalannya pendidikan dan seakan tak dikontrol dan dievaluasi. jikalau dievaluasi kepemimpinan nasional periode ini masih sibuk dgn pembangunan infrastruktur (mega proyek APBN) sbagai bentuk kontribusi dan obat penenang bagi masyarakat  Papua belaka tapi masih ada setitik harapan daripada tidak sama sekali. semoga yang dilakukan sekarang tidak untuk tujuan pencitraan politik semata.
Dengan melihat kondisi demikian yang seharusnya (gatal di kepala garuk di kaki). Dapatlah dikatakan bukan kita tidak butuh pembangunan fisik seperti (infrastruktur) rel kereta di papua, tapi untuk sekarang kami belum butuhkan kereta, tetapi yg terutama sekali harus diprioritaskan adalah melaksanakan "TRISAKTI sebagai solusi pembangunan di Papua Barat". Artinya pemerintah pusat harus konsisten dengan Trisakti jangan sebatas dijadikan slogan politik kampanye saja. 
Kami berharap agar Trisakti yang menjadi visi misi presiden Jokowi bisa disinergikan antara pemerintah pusat dan daerah karena terutama sekali kebutuhan di papua ialah pembangunan manusianya (Pendidikan)jauh lebih penting dan harus di prioritaskan jangan hanya pembangunan secara fisik saja.

Akhirnya,biarlah momentum hari pendidikan nasional (HARDIKNAS) 2016 ini menjadi satu spirit baru bagi semua elemen di Papua Barat untuk terus berjuang demi pemenuhan hak pendidikan sebagai warga negara yang merdeka.

DIRGAHAYU HARDIKNAS !!

Save Raden Karno# By Nan Emma