Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (disingkat GMNI) adalah sebuah organisasi mahasiswa di Indonesia. Organisasi ini adalah sebuah gerakan mahasiswa yang berlandaskan ajaran Marhaenisme. GMNI dibentuk pada tanggal 22 Maret 1954
sebagai hasil gabungan dari tiga organisasi mahasiwa, masing-masing
Gerakan Mahasiswa Marhenis, Gerakan Mahasiswa Merdeka, dan Gerakan
Mahasiswa Demokrat Indonesia.
Sejarah
Organisasi pembentuk
Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia, atau disingkat GMNI, lahir sebagai hasil
proses peleburan tiga organisasi mahasiswa yang berasaskan Marhaenisme
Ajaran Bung Karno. Ketiga organisasi itu ialah:
- Gerakan Mahasiswa Marhaenis, berpusat di Jogjakarta
- Gerakan Mahasiswa Merdeka, berpusat di Surabaya
- Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia, berpusat di Jakarta.
Proses peleburan
Proses
peleburan ketiga organisasi mahasiswa mulai tampak, ketika pada awal
bulan September 1953, Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI)
melakukan pergantian pengurus, yakni dari Dewan Pengurus lama yang
dipimpin Drs. Sjarief kepada Dewan Pengurus baru yang diketuai oleh
S.M. Hadiprabowo.
Dalam
satu rapat pengurus GMDI yang diselenggarakan di Gedung Proklamasi,
Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tercetus keinginan untuk
mempersatukan ketiga organisasi yang seasas itu dalam satu wadah.
Keinginan ini kemudian disampaikan kepada pimpinan kedua organisasi yang
lain, dan ternyata mendapat sambutan positif.
Deklarasi
Setelah
melalui serangkaian pertemuan penjajagan, maka pada Rapat Bersama
antar ketiga Pimpinan Organisasi Mahasiswa tadi, yang diselenggarakan
di rumah dinas Walikota Jakarta Raya (Soediro), di Jalan Taman
Suropati, akhirnya dicapai sejumlah kesepakatan antara lain:
- Setuju untuk melakukan fusi
- Wadah bersama hasil peleburan tiga organisasi bernama "Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia" (GMNI).
- Asas organisasi adalah: Marhaenisme ajaran Bung Karno.
- Sepakat mengadakan Kongres I GMNI di Surabaya, dalam jangka waktu enam bulan setelah pertemuan ini.
Para deklarator
Para pimpinan tiga organisasi yang hadir dalam pertemuan ini antara lain:
- Dari Gerakan Mahasiswa Merdeka:
- 1. Slamet Djajawidjaja
- 2. Slamet Rahardjo
- 3. Heruman
- Dari Gerakan Mahasiswa Marhaenis:
- 1. Wahyu Widodo
- 2. Subagio Masrukin
- 3. Sri Sumantri martosuwiignyo
- Dari Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia:
- 1. S.M. Hadiprabowo
- 2. Djawadi Hadipradoko
- 3. Sulomo
Kongres I
Dengan
direstui Presiden Sukarno, pada tanggal 22 Maret 1954, dilangsungkan
Kongres I GMNI di Surabaya. Momentum ini kemudian ditetapkan sebagai
Hari Jadi GMNI (Dies Natalis) yang diperingati hingga sekarang. Adapun
yang menjadi materi pokok dalam Kongres I ini, selain membahas
hasil-hasil kesepakatan antar tiga pimpinan organisasi yang berfusi,
juga untuk menetapkan personil pimpinan di tingkat pusat.
Kongres II
Sehubungan
dengan banyak persoalan yang sebenarnya belum terselesaikan dalam
forum Kongres I, maka dua tahun kemudian (1956), GMNI kembali
menyelenggarakan Kongres II GMNI di Bandung, dengan pokok persoalan di
seputar masalah konsolidasi internal organisasi. Sebagai hasil
realisasi keputusan Kongres II ini, maka Organisasi cabang GMNI mulai
tertata di beberapa kota.
Kongres III
Akibat
dari perkembangan yang kian meningkat di sejumlah basis organisasi,
tiga tahun setelah Kongres II, GMNI kembali menyelenggarakan Kongres
III GMNI di Malang tahun 1959, yang dihadiri sejumlah Utusan cabang
yang dipilih melalui Konperensi Cabang masing-masing. Berawal dari
Kongres III ini, GMNI mulai meningkatkan kiprahnya, baik dalam lingkup
dunia perguruan tinggi, maupun ditengah-tengah masyarakat.
Dalam
kaitan dengan hasil Kongres III ini, masih pada tahun yang sama (1959)
GMNI menyelenggarakan Konperensi Besar GMNI di Kaliurang Jogjakarta,
dan Presiden Sukarno telah berkenan ikut memberikan Pidato Sambutan
yang kemudian dikenal dengan judul "Hilangkan Steriliteit Dalam Gerakan
Mahasiswa!".
Kongres V
Untuk
lebih memantapkan dinamika kehidupan pergerakan GMNI, maka
direncanakan pada tahun 1965 akan diselenggarakan Kongres V GMNI di
Jakarta. Namun Kongres V tersebut gagal terlaksana karena gejolak
politik nasional yang tidak menentu akibat peristiwa G30S/PKI. Kendati
demikian, acara persiapannya sudah sempat direalisiir yakni Konperensi
besar GMNI di Pontianak pada tahun 1965. Dalam Konferensi besar ini
telah dihasilkan kerangka Program Perjuangan, serta Program Aksi bagi
Pengabdian Masyarakat.
Dampak
peristiwa G30S/PKI bagi GMNI sangat terasa sekali, sebab setelah
peristiwa tersebut, GMNI dihadapkan pada cobaan yang cukup berat.
Perpecahan dalam kubu Front Marhaenis ikut melanda GMNI, sehingga
secara nasional GMNI jadi lumpuh sama sekali. Di tengah hantaman
gelombang percaturan politik nasional yang menghempas keras, GMNI
mencoba untuk bangkit kembali melakukan konsolidasi. Terlaksana Kongres V
GMNI di Salatiga tahun 1969 (yang seharusnya di Jakarta tetapi gagal
dilaksanakan). Namun Kongres V ini tetap belum bisa menolong stagnasi
organisasi yang begitu parah.
Namun
demikian kondisi ini tampaknya telah membangkitkan kesadaran kesadaran
baru dikalangan warga GMNI, yakni kesadaran untuk tetap bergerak pada
kekuatan diri sendiri, maka mulai 1969, thema "Independensi GMNI"
kembali menguasai lam pikiran para aktivis khususnya yang berada di
Jakarta dan Jogjakarta. Tuntutan Independensi ini mendapat reaksi
keras, baik dari kalangan Pimpinan Pusat GMNI maupun dari PNI/Front
Marhaenis. Tuntutan independensi ini sebenarnya merupakan upaya GMNI
untuk kembali ke "Khittah" dan "Fitrah" nya yang sejati. Sebab sejak
awal GMNI sudah independen. Tuntutan ini sesungguhnya sangat beralasan
dan merupakan langkah antisipasi, sebab tidak lama kemudian terjadi
restrukturisasi yang menyebabkan PNI/FM berfusi kedalam PDI.
Kongres VI
Setelah
gejolak politik reda GMNI kembali memanfaatkan momentum tersebut untuk
membangun kembali organisasinya. Dilaksanakan Kongres VI GMNI di
Ragunan-Jakarta tahun 1976, dengan thema pokok: "Pengukuhan
Independensi GMNI serta Konsolidasi Organisasi". Hal lain yang patut
dicatat dalam Kongres VI ini adalah penegasan kembali tentang Asas
Marhaenisme yang tidak boleh dicabut oleh lembaga apapun juga, serta
perubahan model kepemimpinan kearah kepemimpinan kolektif dalam bentuk
lembaga Presidium.
Selain
itu, Kongres VI mempunyai arti tersendiri bagi GMNI, sebab mulai saat
itu telah terjadi regenerasi dalam keanggotaan GMNI, yang ditandai
dengan munculnya sejumlah pimpinan basis dan cabang dari
Kongres VII
Mengingat
persoalan konsolidasi meliputi berbagai aspek, maka masalah yang sama
dibahas pula dalam Kongres VII GMNI di Medan tahun 1979. dalam Kongres
VII ini kembali ditegaskan bahwa: Asas organisasi tidak boleh diubah,
Independensi tetap ditegakkan, dan konsolidasi organisasi harus
seimbang dengan konsolidasi ideologi.